Kuda Lumping Kuantan Singingi
Reupload 14/05/2013
Kuantan Singingi Lestarikan Budaya Kuda Lumping
Kuantan Singingi Lestarikan Budaya Kuda Lumping
Pasti setiap orang yang mendengar tentang kuda lumping akan berpikir bahwa itu adalah seni tari khas Jawa Timur. Karena memang begitulah kenyataannya. Tapi di Kabupaten Kuatan Singingi, tepatnya di Desa Geringging Jaya, kuda lumping dilestarikan sebagai bagian dari aset budaya daerah tersebut.
Pemerintah Kuantan Singingi, DPRD Kuantan Singingi bersama-sama dengan masyarakat, terutama masyarakat yang tinggal di kawasan eks trans menaja festival kuda lumping. Festival kuda lumping ini merupakan salah satu upaya melestarikan budaya kuda lumping dalam masyarakat eks trans Kuantan Singingi. Sebab mereka dari awal akrab dengan seni itu. Festival kuda lumping tersebut juga dalam rangka peresmian pemakaian alat musik yang mengiringi seni tari itu.
Kuantan Singingi merupakan sebuah Kabupaten di Provinsi Riau yang pola kehidupan masyarakat heterogennya cukup unik. Uniknya adalah Kabupaten itu merupakan bagian dari tanah melayu Riau namun penduduk setempat notabene-nya memiliki adat istiadat persis sama dengan budaya Minangkabau, selebihnya melayu dan jawa. Ketiga budaya tersebut tumbuh dan berkembang dinamis bersamaan. Bahkan bisa disaksikan dalam satu acara. Pemerintah daerah memastikan budaya-budaya tersebut tetap terjaga dan lestari.
Dengan begitu masyarakat bebas mengembangkan budaya leluhur mereka masing-masing. Meski pun mereka mengatasnamakan penduduk Kuantan Singingi tapi budaya itu tetap sepenuhnya milik daerah asalnya.
Salah satu contohnya adalah kesenian kuda lumping. Seni tari itu berasal dari tanah jawa. Kala itu dibawa oleh masyarakat jawa yang melakukan transmigrasi ke Kuantan Singingi.
Riau menjadi daerah tujuan transmigrasi sejak masa orde baru, yaitu sejak Pra Pelita tahun 1962. Menurut data Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) sampai tahun 2011 jumlah transmigran yang ditempatkan di Bumi Lancang Kuning, mencapai 131.149 KK atau 540.578 jiwa. Umumnya mereka berasal dari Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Lampung dan Banten. Daerah-daerah penempatan mereka beragam mulai dari Kabupaten Siak, Pelalawan, Rokan Hulu, Rokan Hilir dan Kuantan Singingi.
Terutama di Kuantan Singingi, para transmigran tersebut telah menyatu dan menjadi bagian dari negeri rantau ampek jurai itu. Biarpun begitu budaya asli mereka tak hilang begitu saja. Masyarakat jawa yang telah menjadi bagian dari penduduk Daerah Pacu Jalur itu tetap hidup dengan budaya leluhur mereka. Sehingga tak aneh jika dalam acara-acara seremonial kita akan mendapati tari kuda lumping dan reog ponorogo di sana.
Tari kuda lumping dalam bahasa jawa disebut juga dengan jaran kepang atau jathilan. Tari itu menampilkan para prajurit yang sedang menunggang kuda. Namun kudanya bukanlah hewan asli. Sebagai atribut tari kudanya berasal dari anyaman bambu kemudian diberi cat dan kain aneka warna. Meski pada dasarnya ini adalah tarian prajurit berkuda biasa, namun adakalanya tari kuda lumping dilengkapi dengan atraksi magis. Ketika ditampilkan seringkali seni ini juga dibarengi dengan para penari yang kesurupan. Di tengah gerakan tari adakalanya penari menyuguhkan atraksi menginjak atau memakan beling.
Pada pergelaran tari kuda lumping ada beberapa ritual yang harus dilakukan. Dimana sebelum menari, seorang pawang hujan akan melakukan upacara tertentu untuk mempertahankan cuaca cerah. Mengingat pada umumnya seni ini ditampilkan di lapangan terbuka.
Fakta lain tentang tari ini adalah, meski pun berasal dari Jawa, Indonesia, namun ia juga ada di daerah lain. Hal itu karena masyarakat jawa yang menetap di daerah lain turut mewarisi seni sakral itu. Di Indonesia biasanya terdapat di daerah yang pernah mengadakan program transmigrasi, seperti Riau dan Sumatra Utara. Bahkan, tari ini juga ada di negara jiran, Malaysia. Konon dibawa oleh masyarakat jawa yang bermigrasi ke sana. Namun bagaimana pun juga ia tetap bagian dari kebudayaan Indonesia yang harus lestari. (IS)