Batu Basurek Prasasti Raja Adityawarman
Batu Basurek (Batu Bersurat atau Prasasti) Raja Adityawarman
Dipublikasikan di Scribd.com oleh H. Masoed Abidin bin Zainal Abidin Jabbar
Batu Basurek (logat minang) atau batu bersurat atau prasasti merupakan bentuk peninggalan yang dituliskan pada sebongkah batu. Karena ditulis diatas batu, masyarakat Minangkabau menyebutnya dengan nama “batu basurek”. Disebut juga prasasti karena memuat tentang berbagai informasi masa lalu: adakalanya tentang kehidupan masyarakat, upacara-upacara, tokoh, hukum ketatanegaraan, silsilah kerajaan, tanda-tanda kemenangan, batas wilayah kerajaan, desa perdikan (tanah kerajaan). Sebagian besar batu basurek yang terdapat di Sumatera Barat adalah peninggalan Adityawarman, seorang tokoh besar di kerajaan Melayu, yang bertakhta selama 30 tahun (1347-1377) di Pagaruyung.
Adityawarman pernah berperan di Mojopahit dengan meninggalkan namanya dalam prasasti Manjusri dari Candi Jago (1265 Çaka atau 1334 M), kedudukannya di Kerajaan Mojopahit sebagai Mantri Parada Utama, setingkat Werdamentri, karena ia diakui sepupu Rajapatni atau Gayatri. Pengabdiannya dikerajaan ini dibaktikannya dengan mendirikan Candi Budha yang sangat bagus di Bhumi Jawa agar memudahkan pemindahan arwah orang tua dan kerabatnya dari dunia ke alam keabadian di Nirwana.
Namanya terpatri kemudian di batu basurek (prasasti) Padang Roco 1208 Çaka (1347 M) ketika dinobatkan menjadi raja Melayu yang kemudian meluas sampai ke Pagaruyung meningalkan bukti-bukti tertulis di atas bongkahan batu. Rupanya Adityawarman telah dipersiapkan di Mojopahit dengan menempatkannya pada beberapa jabatan, seperti Werdamenteri dan sebagai duta ke Cina.
Prasati-prasasti Adityawarman yang ditemukan di Sumatera Barat itu, sebagian besar (19 prasasti) berada di Kabupaten Tanah Datar dan 2 prasasti di Kabupaten Sawah Lunto Sijunjung. Prasasti-prasasti itu cukup banyak untuk mengungkapkan peranannya sebagai raja terbesar di Asia Tenggara pada masanya. Dengan demikian dapat dianalisis kedudukan dan peranannya ditengah masyarakat Minangkabau maupun Pagaruyung.
Keadaan prasasti banyak yang rusak serta sebagian sudah patah atau hilang. Beberapa hurufnya tidak terbaca, sehingga menyulitkan untuk membuat transkripsi yang lengkap dan akurat. Ada pula prasasti dengan variasi huruf yang sesuai dengan perkembangan.
Adityawarman (1294 -1377), putra Melayu dari seorang ibu bernama Dara Jingga, asal usul ini dihubungkan dengan berita dalam Kitab Pararaton yang mengisahkan bahwa :
Artinya :
Suami Dara Jingga adalah seorang pejabat tinggi di kraton Mojopahit yang gelarnya "dewa". Gelar dewa itu tidak ada di kraton-kraton Jawa, tentu ia juga seorang Malayu. Dalam prasasti Adityawarman tahun 1347 M, di balik arca Amoghapasa, disebut Dewa Tuhan Perpatih adalah mertua atau bahkan ayahnya sendiri, sedangkan ibunya seorang putri Dharmasraya. Adityawarman berkuasa di Bhumi Melayu (Sumatera) setelah masa kekuasaan Sriwijaya mulai surut (menurut Prasasti Amoghapasa di *Rambahan). Bapaknya bernama Adwayawarman (Prasasti *Kuburajo). Adityawarman mengatakan bahwa ia bukanlah keturunan langsung penerus takhta kerajaan, tetapi ia bertindak sebagai raja yang adil dan pandai karena mempunyai ilmu pengetahuan (Prasasti *Ombilin).
Setelah mengabdikan dirinya di istana Mojopahit, ia kembali ke kampung halamannya, menaiki takhta kerajaan neneknya, Tribuana Muliawarmadewa, (Tiga Raja Yang Dimuliakan) yang terletak di tepi Batang Hari (1347). Kemudian ia memindahkan kerajaannya ke pedalaman Sumatera Tengah.
Adityawarman memilih daerah Minangkabau itu, karena alasan strategi, berhubung dari sana dapat mengawasi jalan perdagangan ke Palembang, Jambi dan Riau. Juga karena dapat juga menguasai perdagangan emas. Ia menamakan dirinya Raja Kanakamedinindra atau raja Pulau Emas (Prasasti *Kuburajo).
Prasasti Adityawamarman telah banyak dibaca para ahli, seperti de Casparis, Machi Suhadi, sehingga makin jelas peranannya dalam sejarah perkembangan budaya dan politik di Asia Tenggara, ketika agama Budha mulai sirna dan sinar Islam mulai berkembang Bumi Melayu (Sumatra). Ancaman agama Islam itu menimbulkan pengaruh yang cukup besar bagi Adityawarman untuk memperkuat dan memperdalam agama Budha sekte yang dianutnya.
Kebanyakan prasasti Adityawarman yang terdapat di Minangkabau memakai tulisan Sansekerta dan bahasa Melayu Kuno, meskipun ada juga tulisan JawaKuno, seperti prasasti Pagaruyung, Kubu Rajo, Ombilin, Rambatan danPariangan. Di samping terdapat juga batu basurek *di Rambahan, Sungai Langsat,dekat Siguntur, Kabupaten Sawah Lunto Sijunjung. Di *Lubuk Layang,Kecamatan Rao Mapattunggul terdapat pula batu basurek Raja Muda Adityawarman yang terlihat ketika terjadi kebakaran pada tahun 1965.
Di Gudam, nagari Pagaruyung, Kecamatan Tanjung Emas terdapat delapan buah batu basurek atau prasasti yang terletak di bawah sebuah cungkup. Batu Basurek itu terdiri dari:
1) Batu Basurek (Prasasti) Pagaruyung I
Prasasti ini berasal dari Dusun Kapalo Bukit Gombak, Batu Sangkar. Sebelumnya disebut Prasasti Bukit Gombak II, yang sekarang dinamakan Prasasti Pagaruyung.
Prasasti ini ditulis dalam bahasa Sansekerta dan bahasa Melayu Kuno, berangka tahun dalam bentuk candrasengkala pada baris ke-19 Wasur mmumibhuja stjalam, 1278 Çaka atau tahun 1357 M. Prasasti ini terdiri dari 19 baris tulisan yang menyatakan Adityawarman bergelar Sri Maharaja Diraja.
Adityawarman adalah raja besar yang arif bijaksana. Ia bergelar Maharaja Diraja, sebagai permata dari keluarga Dharmaraja. Kerajaannya disebut di Suwarnadwipa. Ia mendirikan sebuah bangunan bihara lengkap dengan segala sarana yang dibutuhkan orang. Ia pun dinobatkan sebagai Sang Budha yang luhur, kokoh dan kuat (Sutathagata bajradhaiya).
Batu basurek ini ditulis seorang pendeta atau seorang guru bernama Dharmadwaja. Hampir seluruh Sumatera sampai ke Semenanjung Malaka tunduk kepadanya. Sebagai Perdana Menteri dalam pemerintahan, ia dibantu oleh tokoh dwitunggal di bidang politik; oleh Datuk Perpatih Nan Sabatang, mengadakan pertemuan dengan senang hati. Artinya, kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif sepenuhnya dipegang oleh penghulu di nagari-nagari dan kerapatan adat untuk mencapai kata sepakat.
Itu sebabnya antara lain, mengapa kerajaan Pagaruyung tidak berakar diLuhak Nan Tigo. Akan tetapi ke daerah pesisir dan rantau kerajaan ini masyhur. Sedangkan dalam angkatan perang (hulubalang), ia dibantu olehDatuk Katumanggungan. Sejak 1349, Adityawarman telah mempunyai tentara yang kuat di bawah pimpinan Tuan Gadang di Batipuh, sehingga ia dapat menguasai sebagian pulau Sumatra dan Semenanjung Malaka di bawah kekuasannya. Serangan tentara Mojopahit yang menyerang kerajaan Minangkabau dapat dipatahkan di Padang Sibusuk (1409).
Isi prasasti ini adalah :
Sumber : Hasan Djaffar, Prasasti-prasasti masa Kerajaan Malayu kuno dan beberapa Permasalahannya, Seminar Sejarah Melayu Kuno, Jambi 7-8 Desember 1992
2) Batu Basurek (Prasasti) Pagaruyung II
Prasasti ini berasal Dusun Kapalo Bukit Gombak dan sekarang disebut Prasasti Pagaruyung II. Prasasti ini dalam keadaan terpotong menjadi dua terdiri dari 14 baris, sedangkan baris ke-9 dan ke-10 hilang. Pada bagian atas tulisan terdapat hiasan sejenis kala. Pada baris ke-14 menyebutkan nama Adityawarman. Batu basurek ini transkripsi belum diterbitkan dan tulisannya telah kabur, sehingga sulit dibaca.
3) Batu Basurek Pagaruyung III
Merupakan permulaan dari prasasti Batu Baragung. Prasasti ini dipahatkan pada sebuah pilar batu yang ditulis dalam bentuk seloka sebanyak satu baris tulisan. Angka tahunnya ditulis dalam bentuk candrasengkala, yang menunjukkan tahun Saka 1269. Atau 1346 M. Isiprasasti tersebut adalah:
4) Batu Basurek Pagaruyung IV
Prasasti ini ditempatkan di Pagaruyung, dipahatkan di batu andesit dalam keadaan tulisannya sudah sangat aus, sehingga hanya berupa bayangan putih saja. Prasasti ini terdiri dari 13 baris. Sampai baris ke-8 tulisannya sudah tidak terbaca. Sedangkan baris berikutnya hanya sedikit yang dapat terbaca,sehingga sukar untuk mendapat arti secara keseluruhan prasasti ini sangat kabur.
5) Batu Basurek Pagaruyung V
Diatas batu andesit tulisannya telah aus.Batu basurek ini berasal dari Ponggongan, kemudian dibawa ke Pagaruyung. Prasasti ini merupakan pecahan dari dengan 5 baris tulisan. Hurufnya sudahaus. Pada baris ke-5 terdapat nama Adityawarman.
6) Batu Basurek Pagaruyung VI
Batu Basurek (prasasti) ini berasal dusun Kapala Bukit Gombak yang kemudian pindah ke Pagaruyung yang ditulis dalam dua baris tulisan yang berbunyi :
Artinya :
7) Batu Basurek Pagaruyung VII
Prasasti ini ditempatkan di Pagaruyung. Ukuran batunya kecil dan ditulis satu sisi dan berjumlah baris 16. Aksaranya kecil-kecil dan pahatannya dangkal, ditulis dalam bahasa Malayu Kuno. Tulisannya sudah banyak yang kabur dan aus sehingga banyak yang tidak terbaca.
Isi prasasti tersebut adalah :
Artinya:
Isi prasasti ini tidak dapat dibaca seluruhnya, karena sudah banyak hurufnya yang hilang, tetapi ada yang menyebutkan nama Adityawarman dengan gelar Maharajadiraja. Ada juga nama lain, srimat Akendrawarman, patih bernama Tuhan Perpatih dan Tuhan Gha Sri (Dunia) Ratu
8) Batu Basurek Pagaruyung VIII
Batu Basurek ini berasal dari Ponggongan, kemudian ditempatkan diPagaruyung. Prasasti ini dipahatkan pada sebuah batu berbentuk segi-4 tediri dari dua baris tulisan yang berbunyi:
Artinya:
Prasasti ini mempunyai tanggal candrasengkala yang berbunyi "ratu ganata hadadi", atau ratu bernilai 1, gana bernilai 9 dan hadadi 12, jadi prasasti ini berangka tahun 1291 Saka, bulan jyesta (Mai, Juni) tanggal 12. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Sansekerta dengan sedikit bahasa Jawa Kuno. Isi prasasti ini berupa pujian terhadap seorang raja (Adityawarman ) yang disamakan dengan dewa.
Batu Basurek Kubu Rajo atau Prasasti Kubu Rajo terletak situs purbakala diKuburajo, Batu Sangkar. Kubu Rajo terdiri dari dua kata, kubu dan rajo yang artinya benteng raja (Adityawarman). Prasasti ini ditulis dengan huruf Jawa Kuno dan bahasa Sansekerta terdiri dari 16 baris. Tulisannya masih baik dan dapat dibaca semuanya.Teks dari prasasti tersebut bersumber : Machi Suhadi, 1990; 226-227 yaitu:
Secara ringkas, isi prasasti ini adalah Adwayawarmman mempunyai putra bernama Adityawarman yang menjadi raja Tanah Kanaka (= emas/Sumatera); Adityawarman berasal dari keluarga Indra. Yang terpenting dari prasasti ini menyebutkan bahwa Adityawarman menjadi Kanakamedinindra, Raja Tanah Emas (Sumatra) dan mempunyai ayah bernama Adwayawarman. Di samping prasasti tersebut, di bawah cungkup ada sebuah batu dengan teratai dan pancar matahari, simbul agama Budha, agama yang dianut oleh Adityawarman. Adityawarman mempergunakan batu-batu megalit dari zaman prasejarah untuk prasasti dan ukiran tersebut.
Di Saruaso terdapat 2 buah batu basurek atau prasasti dan sebuah di Bandar Bapahat.
1. Batu Basurek Saruaso I
Prasasti ini ditemukan di desa Saruaso, Kecamatan Tanjung Emas. Dituliskan pada sebuah batu berbentuk kubus pada dua sisinya dengan empat baris tulisan Kuno berbahasa Sansekerta. Prasasti ini berangka tahun Saka1296 atau 1375 Masehi.
Prasasti tersebut berbunyi sebagai berikut:
Secara ringkas sekarang isi prasasti ini adalah :
Pada tahun Çaka 1296 Raja Adityawarman ditasbihkan sebagai ksetrajna dengan nama Wisesadharani menurut aturan sekte agama Budha di suatu tempat bernama Suruaso
2. Batu Basurek (Prasasti) Saruaso II
Sampai tahun 1987 batu basurek atau prasasti Saruaso ini berada di halaman Bupati Tanah Datar, Batu Sangkar. Pada tahun 1992 dipindahkan ke kantor Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala di Jl. MT. Harjono 11 Batu Sangkar.Teks prasasti ini adalah:
Dalam prasasti yang ditemukan di Bukit Gombak, disebutkan Adityawarman menobatkan putra mahkotanya yang bernama Ananggawarman dalam suatu upacara hewajra. Istilah hewajra didalam prasasti ini mengingatkan kita kepada upacara hewajra di Cina ketika Khu Bilai Khan dinobatkan sebagai raja oleh DalaiLama. Hal ini tidak heran mengingat Adityawarman pernah dua kali menjadi utusan Mojopahit ke negeri Cina. Aliran agama yang dianut Adityawarman Bajrayana, suatu sekte agama Budha Mahayana.
Pengaruh sekte seperti ini terdapat juga dari prasasti lempengan emas dari biara Tanjung Medan, dekat Panti, Kabupaten Pasaman. Di samping ukiran bajra yang ganda, ada nama Dhyani Budha dan kata "phat" ialah nama Tibet untuk Budha. Hubungan Tibet dengan Sumatera telah berlangsung semenjak abad ke-12 ketika Atissa, biksu dari India belajar di Sriwijaya di bawah pimpinan Dharmakirti. Atisa belajar di Malayagiri di Sriwijayapura.
Di Banda Bapahek (bandar/parit/aliran berpahat) terletak 1 km dari Saruaso terletak Banda Bapahek, sebuah irigasi yang tertua di Asia Tenggara. Irigasi ini menembus dinding batu karang dibuat atas perintah Adityawarman untuk mengairi sawah-sawah yang terletak dilembah Saruaso. Irigasi ini terletak 2 meter dari Batang Selo.
Adityawarman merasa perlu membuat dua buah maklumat di dinding berjajar.Bidang sebelah kiri terpahat 10 baris dengan aksara yang lazim dipakai pada prasasti lainnya yang berbahasa Melayu Kuno dan bahasa Sansekerta.
Untuk membaca prasasti ini sangat sulit karena keadaan tulisan yang sudah aus dimakan masa. Dari sisa tulisan yang dapat dibaca, terdapat nama Adityawarman dan nama desa Surawasawan, yaitu grama Surawasawan, yang artinya penguasa Suruaso.
Pada dinding yang sebelah kanan prasasti ditulis dengan aksara Granta dari India Selatan dengan corak bahasa Tamil. Pada masa pemerintahan Adityawarman terdapat kelompok masyarakat yang berasal dari India Selatan yang hubungan kerja dengan rakyat Adityawarman. Masyarakat dari India Selatan itu telah tinggal selama 300 tahun di Pagaruyung. Mereka datang dari pantai barat dan menetap di Pariangan pada abad 11, ikut membantu menata kembali 'nagari' dan 'koto' di Minangkabau. Kata 'nagari dan koto adalah kosa kata bahasa Tamil.
Di Ombilin, di tepi Danau Singkarak terdapat sebuah batu basurek yang ditulis sendiri oleh Adityawarman. Batu basurek itu telah patah sebelah atas,sehingga tinggal hanya 9 baris. Batu Basurek ini menyebutkan bahwa, "Ia (Adityawarman) mempunyai sifat sebagai matahari yang membakar orang jahat dan menolong orang yang baik”. Dan pada bagian terakhir prasasti itu dibunyikan :
Oleh de Casparis teks ini diterjemahkan :
Widhyadhara berarti yang memegang ilmu pengetahuan dan dianggap maha tahu dan membantu manusia. Sloka ini tidak saja memuji Adityawarman yang memerintah selaku raja yang adil dan sangat pandai, melainkan juga menyinggung tentang asal usul Adityawarman.
Mengingat begitu mudahnya Adityawarman menjadi raja di Melayu, seharusnya prasasti Ombilin ini ditafsirkan dengan:
Sepanjang bukti sejarah yang lain pada batu basurek Kuburajo, ayahandanya adalah Adwayawarman dan dalam kitab Pararaton disebut 'dewa' dan tidak pernah memerintah sebagai raja Melayu. Karena itulah ia menyatakan dirinya memegang ilmu pengetahuan dan dianggap maha tahu dan membantu manusia untuk menjadiRaja di Kanakamedinindra (Prasasti Kuburajo).
Batu basurek atau prasasti Rambatan ini ditemukan tahun 1950 di desa LimoSuku, Kepala Koto, Kecamatan Rambatan terdapat sebuah batu bersurat Adityawarman, yang disebut Prasasti Rambatan. Prasasti ini terdiri dari 6 baris tulisan yang sudah aus. Bahasanya Melayu Kuno yang ditulis pada tahun 1291 Çaka atau 1370 Masehi. Di atas batu basurek itu ada gambar dua ekor ular yang saling membelit. Gambar ini merupakan lambang dunia bawah. Penganut agama Budha mencari kebenaran untuk mencapai dunia bawah atau nirwana.
Pada prasasti tersebut terdapat jejak kaki Budha yang sekarang berada di desa Bodi, Rambatan, Kabupaten Tanah Datar. Tapak Budha disediakan Adityawarman sebagai tempat pemujaan bagi pengikut agama Budha. Adityawarman memerintah menterinya membuat cungkup untuk tempat berteduh bagi para peziarah Budha ke tempat itu.
Di desa Rambahan, Kecamatan Pulau Punjung, daerah hulu Batang Hari,ditemukan sebuah prasasti Adityawarman yang dipahatkan di belakang arca Amoghapasa, sekarang ditempatkan di Museum Nasional di Jakarta. Arca ini adalah kiriman dari Raja Kertanagara pada tahun Saka 1208 untuk ditempatkan diDarmasraya (1286 M).
Tulisan Adityawarman dipahatkan pada bagian alas arca yang ditemukan di Padang Roco tahun 1911. Prasasti ini ditulis denga huruf Jawa Kuno dan berbahasa Sansekerta, dalam bentuk candrasengkala yang menunjukkan 1268 Çaka atau 1347 M Prasasti ini dikeluarkan oleh Sri Maharaja Diraja Adityawarman, yang menyebutkan dirinya Srimat Sri Udayadityawarman. Disebutkan juga beberapa hal seperti: penyelenggaraan upacara bercorak tantrik, pendirian arca Budha dengan nama Ganaganya dan pemujaan kepada Jina. Disebutkan juga Rajendra Mauli Muliawarmmadewa Maharajadhiraja dan nama Malayupura.
Arca yang tingginya 4m ditemukan di Sungai Langsat, sekarang di daerahKabupaten Sawah Lunto Sijunjung ditemukan pada tahun 1935. Arca perujudan Adityawarman ditempatkan pada sebuah candi, yang sekarang terletak di dekat Batang Hari, di dusun Padang Roco. Candi ini bernafaskan Budha Mahayana, agama yang dianur raja-raja Melayu.
Pada tahun 1992 di tempat ini ditemukan juga komplek percandian yang terdiri dari 3 buah candi, sebuah candi induk 36 x 36 m, dikelilingi dua candi Perwara yang luasnya masing-masing 20 x 20 m
Di Lubuk Layang, di Kecamatan Rao Mapattunggul, Kabupaten Pasaman,ditemukan sebuah batu bersurat atau prasasti yang terlihat ketika terjadi kebakaran di desa tersebut pada tahun 1965. Kini ditempatkan pada sebuah cungkup di Lubuk Layang.
Prasasti ini dipahatkan pada sebuah batu pada kedua sisinya. Sisi depan terdapat 9 baris kalimat dan sisi belakang 8 kalimat yang semuanya berbahasa Melayu Kuno. Keadaan prasasti sudah sangat aus dimakan masa. Prasasti ini tidak menyebutkan nama Adityawarman, melainkan menyebut Bijayendrawarman sebagai jauwa raja atau raja muda di Sri Indrakila Parwatapuri.
Prasasti diduga kuat prasasti ini ada hubungannya dengan bekas-bekas Candi Tarung-Tarung dan Pancahan di Kecamatan Rao Mapattunggul dan dengan sebuah biara yang terletak di Tanjung Medan, Nagari Petok,Kecamatan Panti Panti, Kabupaten Pasaman.
Prasasti ini ditemukan di Padang Roco, Sungai Langsat, Kecamatan Pulau Punjung, Kabupaten Sawah Lunto Sijunjung. Prasasti itu dipahatkan pada alas sebuah arca Amoghapasa. Prasasti ini mempergunakan huruf Jawa Kuno, bahasa Melayu Kuno dan Sansekerta, dipahatkan dalam 4 baris tulisan pada tiga sisi alas arca. Arca Amoghapasa yang ditemukan di Padang Roco mengandung arti Padang Arca.
Teks prasasti tersebut adalah:
Secara ringkas artinya :
Sumber tulisan :
Machi Suhadi, Silsilah Adityawarman dalam Kalpataru No.9 (Saraswati: Esai-Esai Arkeologi), Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Jakarta, 1990
De Casparis, J.G, Peranan Adityawarman, Seorang Putra Melayu di Asia Tenggara dalam Persidangan Antar Bangsa Tamadun Malayu II, Kuala Lumpur, Malaysia: 1989
Hasan Djaffar, Prasasti-prasasti masa Kerajaan Malayu Kuno dan Beberapa Permasalahannya, Seminar Sejarah Melayu Kuno, Jambi 7-8 Desember 199
Sumber Batu Basurek Prasasti Raja Adityawarman scribd.com :
http://www.scribd.com/doc/4551679/Batu-Basurek
Dipublikasikan di Scribd.com oleh H. Masoed Abidin bin Zainal Abidin Jabbar
Batu Basurek (logat minang) atau batu bersurat atau prasasti merupakan bentuk peninggalan yang dituliskan pada sebongkah batu. Karena ditulis diatas batu, masyarakat Minangkabau menyebutnya dengan nama “batu basurek”. Disebut juga prasasti karena memuat tentang berbagai informasi masa lalu: adakalanya tentang kehidupan masyarakat, upacara-upacara, tokoh, hukum ketatanegaraan, silsilah kerajaan, tanda-tanda kemenangan, batas wilayah kerajaan, desa perdikan (tanah kerajaan). Sebagian besar batu basurek yang terdapat di Sumatera Barat adalah peninggalan Adityawarman, seorang tokoh besar di kerajaan Melayu, yang bertakhta selama 30 tahun (1347-1377) di Pagaruyung.
Batu Basurek (bersurat) Prasasti Adityawarman
Prasasti Pagaruyung
Adityawarman pernah berperan di Mojopahit dengan meninggalkan namanya dalam prasasti Manjusri dari Candi Jago (1265 Çaka atau 1334 M), kedudukannya di Kerajaan Mojopahit sebagai Mantri Parada Utama, setingkat Werdamentri, karena ia diakui sepupu Rajapatni atau Gayatri. Pengabdiannya dikerajaan ini dibaktikannya dengan mendirikan Candi Budha yang sangat bagus di Bhumi Jawa agar memudahkan pemindahan arwah orang tua dan kerabatnya dari dunia ke alam keabadian di Nirwana.
Namanya terpatri kemudian di batu basurek (prasasti) Padang Roco 1208 Çaka (1347 M) ketika dinobatkan menjadi raja Melayu yang kemudian meluas sampai ke Pagaruyung meningalkan bukti-bukti tertulis di atas bongkahan batu. Rupanya Adityawarman telah dipersiapkan di Mojopahit dengan menempatkannya pada beberapa jabatan, seperti Werdamenteri dan sebagai duta ke Cina.
Prasati-prasasti Adityawarman yang ditemukan di Sumatera Barat itu, sebagian besar (19 prasasti) berada di Kabupaten Tanah Datar dan 2 prasasti di Kabupaten Sawah Lunto Sijunjung. Prasasti-prasasti itu cukup banyak untuk mengungkapkan peranannya sebagai raja terbesar di Asia Tenggara pada masanya. Dengan demikian dapat dianalisis kedudukan dan peranannya ditengah masyarakat Minangkabau maupun Pagaruyung.
Keadaan prasasti banyak yang rusak serta sebagian sudah patah atau hilang. Beberapa hurufnya tidak terbaca, sehingga menyulitkan untuk membuat transkripsi yang lengkap dan akurat. Ada pula prasasti dengan variasi huruf yang sesuai dengan perkembangan.
Adityawarman (1294 -1377), putra Melayu dari seorang ibu bernama Dara Jingga, asal usul ini dihubungkan dengan berita dalam Kitab Pararaton yang mengisahkan bahwa :
"Aksara sapuluh dina teka kang andon saking malayu, olih putri roro, kang sawiji ginawe binihaji denira Raden Wijaya, aran Raden Dara Petak: kang atuha arab Dara Jingga alaki dewa apuputra ratu ing Malayu, aran Tuhan janaka, kasir-kasir warmadewa, bhiseka Siraji Mantrolot. Tunggul Pamalayu lan Patumapel : Saka-rsi- sanga-samadhi: 1197”
Artinya :
Sekitar sepuluh hari kedatangan rombongan yang bertugas ke Malayu, diperoleh dua orang putri, seorang bernama Dara Petak, ia diperisteri oleh Raden Wijaya, putri tua bernama Dara Jingga bersuamikan dewa (manti) anaknya menjadi raja di Malayu. Diberi nama Tuhan Janaka, masih bersaudara dengan Sri Warmadewa; gelarnya Aji Mantolot. Peristiwa Pamalayu dan Patumapel bersamaan tahun saka; pendeta-sambilan-samadi, 1197 (Machi Suhadi, 1990;230)
Suami Dara Jingga adalah seorang pejabat tinggi di kraton Mojopahit yang gelarnya "dewa". Gelar dewa itu tidak ada di kraton-kraton Jawa, tentu ia juga seorang Malayu. Dalam prasasti Adityawarman tahun 1347 M, di balik arca Amoghapasa, disebut Dewa Tuhan Perpatih adalah mertua atau bahkan ayahnya sendiri, sedangkan ibunya seorang putri Dharmasraya. Adityawarman berkuasa di Bhumi Melayu (Sumatera) setelah masa kekuasaan Sriwijaya mulai surut (menurut Prasasti Amoghapasa di *Rambahan). Bapaknya bernama Adwayawarman (Prasasti *Kuburajo). Adityawarman mengatakan bahwa ia bukanlah keturunan langsung penerus takhta kerajaan, tetapi ia bertindak sebagai raja yang adil dan pandai karena mempunyai ilmu pengetahuan (Prasasti *Ombilin).
Setelah mengabdikan dirinya di istana Mojopahit, ia kembali ke kampung halamannya, menaiki takhta kerajaan neneknya, Tribuana Muliawarmadewa, (Tiga Raja Yang Dimuliakan) yang terletak di tepi Batang Hari (1347). Kemudian ia memindahkan kerajaannya ke pedalaman Sumatera Tengah.
Adityawarman memilih daerah Minangkabau itu, karena alasan strategi, berhubung dari sana dapat mengawasi jalan perdagangan ke Palembang, Jambi dan Riau. Juga karena dapat juga menguasai perdagangan emas. Ia menamakan dirinya Raja Kanakamedinindra atau raja Pulau Emas (Prasasti *Kuburajo).
Prasasti Adityawamarman telah banyak dibaca para ahli, seperti de Casparis, Machi Suhadi, sehingga makin jelas peranannya dalam sejarah perkembangan budaya dan politik di Asia Tenggara, ketika agama Budha mulai sirna dan sinar Islam mulai berkembang Bumi Melayu (Sumatra). Ancaman agama Islam itu menimbulkan pengaruh yang cukup besar bagi Adityawarman untuk memperkuat dan memperdalam agama Budha sekte yang dianutnya.
Kebanyakan prasasti Adityawarman yang terdapat di Minangkabau memakai tulisan Sansekerta dan bahasa Melayu Kuno, meskipun ada juga tulisan JawaKuno, seperti prasasti Pagaruyung, Kubu Rajo, Ombilin, Rambatan danPariangan. Di samping terdapat juga batu basurek *di Rambahan, Sungai Langsat,dekat Siguntur, Kabupaten Sawah Lunto Sijunjung. Di *Lubuk Layang,Kecamatan Rao Mapattunggul terdapat pula batu basurek Raja Muda Adityawarman yang terlihat ketika terjadi kebakaran pada tahun 1965.
BATU BASUREK PAGARUYUNG, 1347
Di Gudam, nagari Pagaruyung, Kecamatan Tanjung Emas terdapat delapan buah batu basurek atau prasasti yang terletak di bawah sebuah cungkup. Batu Basurek itu terdiri dari:
1) Batu Basurek (Prasasti) Pagaruyung I
Prasasti ini berasal dari Dusun Kapalo Bukit Gombak, Batu Sangkar. Sebelumnya disebut Prasasti Bukit Gombak II, yang sekarang dinamakan Prasasti Pagaruyung.
Prasasti ini ditulis dalam bahasa Sansekerta dan bahasa Melayu Kuno, berangka tahun dalam bentuk candrasengkala pada baris ke-19 Wasur mmumibhuja stjalam, 1278 Çaka atau tahun 1357 M. Prasasti ini terdiri dari 19 baris tulisan yang menyatakan Adityawarman bergelar Sri Maharaja Diraja.
Adityawarman adalah raja besar yang arif bijaksana. Ia bergelar Maharaja Diraja, sebagai permata dari keluarga Dharmaraja. Kerajaannya disebut di Suwarnadwipa. Ia mendirikan sebuah bangunan bihara lengkap dengan segala sarana yang dibutuhkan orang. Ia pun dinobatkan sebagai Sang Budha yang luhur, kokoh dan kuat (Sutathagata bajradhaiya).
Batu basurek ini ditulis seorang pendeta atau seorang guru bernama Dharmadwaja. Hampir seluruh Sumatera sampai ke Semenanjung Malaka tunduk kepadanya. Sebagai Perdana Menteri dalam pemerintahan, ia dibantu oleh tokoh dwitunggal di bidang politik; oleh Datuk Perpatih Nan Sabatang, mengadakan pertemuan dengan senang hati. Artinya, kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif sepenuhnya dipegang oleh penghulu di nagari-nagari dan kerapatan adat untuk mencapai kata sepakat.
Itu sebabnya antara lain, mengapa kerajaan Pagaruyung tidak berakar diLuhak Nan Tigo. Akan tetapi ke daerah pesisir dan rantau kerajaan ini masyhur. Sedangkan dalam angkatan perang (hulubalang), ia dibantu olehDatuk Katumanggungan. Sejak 1349, Adityawarman telah mempunyai tentara yang kuat di bawah pimpinan Tuan Gadang di Batipuh, sehingga ia dapat menguasai sebagian pulau Sumatra dan Semenanjung Malaka di bawah kekuasannya. Serangan tentara Mojopahit yang menyerang kerajaan Minangkabau dapat dipatahkan di Padang Sibusuk (1409).
Isi prasasti ini adalah :
Swasyamtu prabhu (m) adwayadwayanrpa adityarman crya wangÇaÇari amararyya
Wangsapati aradhita maitritwam karuna mupakÇa mudita satwopa
Karaguna yatwam raja sudharmmaraja krtawat lekhesi (t) tisthahati //O//
Çri kamaraja adhimukti sadas (trakintha) (t) amyabhisekasutathagata bajta (w) sys.s
(g) ajna pancasadabhijna suparnna (gatra) adityawarnepate adhirajah //O// sawast //
Çrimat cri adityawarma prataparakrama rajendramomaniwarmmadewa marahadi
Raja sakolakajanapriva. Dharmarajakutilaka saranagataba jrapanjara ekanggawira.du
Sta (ri) garahacrista paripalaka saptanggaraja sayada mangundharana patapustaka pratimalaya yam ta
L (l) ah jirna pada sapta swarna bhumi. Diparbwat bhihara nanawiddhaprakara
Nan pancamaha Çabda, jalanda barbwat maniyammakraya dipaurnnamasya di sanmuka
K brahmana (w) aryyopadddyayatyada kapodra watyada mulisamun, tyada rebut rentak
Sakala pya sampurna sakyanyam masina diwisak dadatu ya datra panyambarum yam ha
Ndak barbwinasa sasanenam sapaparanam gohattya sapaparanam sapunyanam matapitadrohi sapapanam
Swamidrohi gurudrohi. tulu tayam mangumo dharmenan sapunyanam ya ghuram matapitabhak ti swami bhakti.
ta nana annadana. ya punyanya yang ghuram matapitabkati. Swamibhakti
gurubhkati, dewabhakti, sapunyana nguram maraksa cilapurnamawasya, antya (t) ma
nubhawa samyak sambhuddhamargga// O …. Sarwopakarakrta punya sudana sharmmam jirrnno
(lama) ya janaÇraya punyawrkasamanittya prapakiranal salokÇri. Adi
tyawammanrpate maniwarmadewa/. Subham astugate cake, wasur mmumi bhuya stjalam
waicaka pandaÇake, site buddhacca rajyatu //O// krtiriyam acaryya a
mpuku dhammaddhwajanama dheyassasya, abhiseka karubajra //o//
Sumber : Hasan Djaffar, Prasasti-prasasti masa Kerajaan Malayu kuno dan beberapa Permasalahannya, Seminar Sejarah Melayu Kuno, Jambi 7-8 Desember 1992
2) Batu Basurek (Prasasti) Pagaruyung II
Prasasti ini berasal Dusun Kapalo Bukit Gombak dan sekarang disebut Prasasti Pagaruyung II. Prasasti ini dalam keadaan terpotong menjadi dua terdiri dari 14 baris, sedangkan baris ke-9 dan ke-10 hilang. Pada bagian atas tulisan terdapat hiasan sejenis kala. Pada baris ke-14 menyebutkan nama Adityawarman. Batu basurek ini transkripsi belum diterbitkan dan tulisannya telah kabur, sehingga sulit dibaca.
3) Batu Basurek Pagaruyung III
Merupakan permulaan dari prasasti Batu Baragung. Prasasti ini dipahatkan pada sebuah pilar batu yang ditulis dalam bentuk seloka sebanyak satu baris tulisan. Angka tahunnya ditulis dalam bentuk candrasengkala, yang menunjukkan tahun Saka 1269. Atau 1346 M. Isiprasasti tersebut adalah:
"Dware rase bhuje rupe, gatau warsasca Kartike, suklah pancatisthis some, bsjrendra”
Artinya:Pada tahun saka 1269 yang telah lalu, pada bulan Kartika, bagian bulan terang, pada hari kelima, Senin, wajra, Yoga, Indra Bajra"
4) Batu Basurek Pagaruyung IV
Prasasti ini ditempatkan di Pagaruyung, dipahatkan di batu andesit dalam keadaan tulisannya sudah sangat aus, sehingga hanya berupa bayangan putih saja. Prasasti ini terdiri dari 13 baris. Sampai baris ke-8 tulisannya sudah tidak terbaca. Sedangkan baris berikutnya hanya sedikit yang dapat terbaca,sehingga sukar untuk mendapat arti secara keseluruhan prasasti ini sangat kabur.
5) Batu Basurek Pagaruyung V
Diatas batu andesit tulisannya telah aus.Batu basurek ini berasal dari Ponggongan, kemudian dibawa ke Pagaruyung. Prasasti ini merupakan pecahan dari dengan 5 baris tulisan. Hurufnya sudahaus. Pada baris ke-5 terdapat nama Adityawarman.
6) Batu Basurek Pagaruyung VI
Batu Basurek (prasasti) ini berasal dusun Kapala Bukit Gombak yang kemudian pindah ke Pagaruyung yang ditulis dalam dua baris tulisan yang berbunyi :
"Om pagunnira tumangin kudavira”
Artinya :
"Bahagia atas hasil karya Tumanggung Kudawira".
Berdasarkan bunyi kalimatnya, prasasti sebagai suatu tanda ucapan selamat kepada Tumanggung Kudawira. Walaupun belum mengenal dengan jelas siapa tokoh Tumanggung Kudawira, namun hasil karya itu dapat dihubungkan dengan siapnya pengairan Bandar Bapahat, sebuah pengairan tertua di Asia Tenggara."
7) Batu Basurek Pagaruyung VII
Prasasti ini ditempatkan di Pagaruyung. Ukuran batunya kecil dan ditulis satu sisi dan berjumlah baris 16. Aksaranya kecil-kecil dan pahatannya dangkal, ditulis dalam bahasa Malayu Kuno. Tulisannya sudah banyak yang kabur dan aus sehingga banyak yang tidak terbaca.
Isi prasasti tersebut adalah :
1.Daha raja pra ….
2.Purnarapi jawat madana pra
3.Raja dhiraja mat sri akarenbata
4.Rmma maha raja dhiraja lagi tiada bata (NG)
5.Nabatanna mwah banwa (trampa trukda)
6.Nagari pamuta (ka) Tuhan naipi
7.Manganban Tuhan Prapatih sa ….y
8.Mulihat tidaba nta tansu
9.Tunpa riba … ra kasi
10.Hunni parihayangasi yg mangmangi
11.Satyah haduta Srimaharajaddi…
12.Raja tuhani gha sri rata
13.Matu datu hananinh
14.Tuhan prapatih tudangma ngamang sua mangwa
15.Sumpah sunda hanat waya
Artinya:
1.Raja …..
2.Yang senantiasa beramal (jumlah besar)
3.Segala raja yang mulia sri Akendrawarman
4.Penguasa para raja yang dahulu ditaklukkan dan dikalahkan
5.Dengan adanya perahu bambu
6.Yang di depan (terutama) adalah Tuhan, pemimpin
7.Yang memberi aba-aba adalah Tuhan perpatih (nama jabatan)
8.Ditarik supaya kembali
9.Disusun du ….
10.Yang selalu mengadakan pertemuan dengan rasa kasih sayang
11.Tatua yang bersumpah
12.Setia menjadi hiasan sri maharaja di …..
13.Raja (yandu) Tuhan gra sri ratu (dunia) sri
14.Datu (ratu) yang berada di ……
15.Tuhan perpatih bernama Tudang, bersumpah, apabila
16.Disumpah apa bila sedang berada di (pohon di tepi sungai) akan
dibunuh (disambar buaya).
Isi prasasti ini tidak dapat dibaca seluruhnya, karena sudah banyak hurufnya yang hilang, tetapi ada yang menyebutkan nama Adityawarman dengan gelar Maharajadiraja. Ada juga nama lain, srimat Akendrawarman, patih bernama Tuhan Perpatih dan Tuhan Gha Sri (Dunia) Ratu
8) Batu Basurek Pagaruyung VIII
Batu Basurek ini berasal dari Ponggongan, kemudian ditempatkan diPagaruyung. Prasasti ini dipahatkan pada sebuah batu berbentuk segi-4 tediri dari dua baris tulisan yang berbunyi:
1.Om titiwarsitha ratu ganata hadadi jestamoras dwidasa dirta dana satata lagu nrpokanatajana amara Wasita wasa]
2.Shukhasthita //0//
Artinya:
"Bahagia pada tahun Saka 1291 bulan jyesta tanggal 12 (adalah) seorang raja yang selalu ringan dalam berdana emas dan menjadi contoh bagaikan dewa (berbau) harum."
Prasasti ini mempunyai tanggal candrasengkala yang berbunyi "ratu ganata hadadi", atau ratu bernilai 1, gana bernilai 9 dan hadadi 12, jadi prasasti ini berangka tahun 1291 Saka, bulan jyesta (Mai, Juni) tanggal 12. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Sansekerta dengan sedikit bahasa Jawa Kuno. Isi prasasti ini berupa pujian terhadap seorang raja (Adityawarman ) yang disamakan dengan dewa.
BATU BASUREK KUBU RAJO, 1349
Batu Basurek Kubu Rajo atau Prasasti Kubu Rajo terletak situs purbakala diKuburajo, Batu Sangkar. Kubu Rajo terdiri dari dua kata, kubu dan rajo yang artinya benteng raja (Adityawarman). Prasasti ini ditulis dengan huruf Jawa Kuno dan bahasa Sansekerta terdiri dari 16 baris. Tulisannya masih baik dan dapat dibaca semuanya.Teks dari prasasti tersebut bersumber : Machi Suhadi, 1990; 226-227 yaitu:
1.Om mamla wiragara
2.Adwayawarmma
3.Mputra Kanaka
4.Medinindra
5.Sukrta a wila
6.Bdha kusalaprasa
7.// dhru// maitrikaru
8.na a mudita u
9.peksa a// yacakka
10.janakalpatarurupa
11.mmdana //a// Adi
12.tyawarmma mbhupa kulisa
13.dharwansa//o//pra
14.tiksa awatara
15.srilokeswara
16.dewa // mai (tra)
17.
Secara ringkas, isi prasasti ini adalah Adwayawarmman mempunyai putra bernama Adityawarman yang menjadi raja Tanah Kanaka (= emas/Sumatera); Adityawarman berasal dari keluarga Indra. Yang terpenting dari prasasti ini menyebutkan bahwa Adityawarman menjadi Kanakamedinindra, Raja Tanah Emas (Sumatra) dan mempunyai ayah bernama Adwayawarman. Di samping prasasti tersebut, di bawah cungkup ada sebuah batu dengan teratai dan pancar matahari, simbul agama Budha, agama yang dianut oleh Adityawarman. Adityawarman mempergunakan batu-batu megalit dari zaman prasejarah untuk prasasti dan ukiran tersebut.
BATU BASUREK SARUASO, 1357
Di Saruaso terdapat 2 buah batu basurek atau prasasti dan sebuah di Bandar Bapahat.
1. Batu Basurek Saruaso I
Prasasti ini ditemukan di desa Saruaso, Kecamatan Tanjung Emas. Dituliskan pada sebuah batu berbentuk kubus pada dua sisinya dengan empat baris tulisan Kuno berbahasa Sansekerta. Prasasti ini berangka tahun Saka1296 atau 1375 Masehi.
Prasasti tersebut berbunyi sebagai berikut:
1.subhamastu //o// bhuh karnne darssane saka gate jesthe sasi manggale/sukle sasthi tithi nrpotta
2.magunairadityyawarmmannrph racite visesadharani namna suravasavan/hasa
3.no nrpa asanottamasakhadyam pivvanisabha//o// puspokati saharasni/
4.tesan gandhamprthalprthak/ adittyavarmabhupala/ henagando samobhavet //o//
Secara ringkas sekarang isi prasasti ini adalah :
Pada tahun Çaka 1296 Raja Adityawarman ditasbihkan sebagai ksetrajna dengan nama Wisesadharani menurut aturan sekte agama Budha di suatu tempat bernama Suruaso
2. Batu Basurek (Prasasti) Saruaso II
Sampai tahun 1987 batu basurek atau prasasti Saruaso ini berada di halaman Bupati Tanah Datar, Batu Sangkar. Pada tahun 1992 dipindahkan ke kantor Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala di Jl. MT. Harjono 11 Batu Sangkar.Teks prasasti ini adalah:
1.Subha mastu //o// dwaragresillalekayat krta
2.Gunasriyauwa rajyampadam, namnascapi as
3.Nangwarmma tanaya adityawarmanmmpraboh
4.Tiratwamahiimapratapa balawan wairigaja
5.Kesari. Sattyammatapitagurokaruna
6.Ya he bajranityasmrtih
Dalam prasasti yang ditemukan di Bukit Gombak, disebutkan Adityawarman menobatkan putra mahkotanya yang bernama Ananggawarman dalam suatu upacara hewajra. Istilah hewajra didalam prasasti ini mengingatkan kita kepada upacara hewajra di Cina ketika Khu Bilai Khan dinobatkan sebagai raja oleh DalaiLama. Hal ini tidak heran mengingat Adityawarman pernah dua kali menjadi utusan Mojopahit ke negeri Cina. Aliran agama yang dianut Adityawarman Bajrayana, suatu sekte agama Budha Mahayana.
Pengaruh sekte seperti ini terdapat juga dari prasasti lempengan emas dari biara Tanjung Medan, dekat Panti, Kabupaten Pasaman. Di samping ukiran bajra yang ganda, ada nama Dhyani Budha dan kata "phat" ialah nama Tibet untuk Budha. Hubungan Tibet dengan Sumatera telah berlangsung semenjak abad ke-12 ketika Atissa, biksu dari India belajar di Sriwijaya di bawah pimpinan Dharmakirti. Atisa belajar di Malayagiri di Sriwijayapura.
BANDA BAPAHEK, SARUASO, SISTEM IRIGASI
Di Banda Bapahek (bandar/parit/aliran berpahat) terletak 1 km dari Saruaso terletak Banda Bapahek, sebuah irigasi yang tertua di Asia Tenggara. Irigasi ini menembus dinding batu karang dibuat atas perintah Adityawarman untuk mengairi sawah-sawah yang terletak dilembah Saruaso. Irigasi ini terletak 2 meter dari Batang Selo.
Adityawarman merasa perlu membuat dua buah maklumat di dinding berjajar.Bidang sebelah kiri terpahat 10 baris dengan aksara yang lazim dipakai pada prasasti lainnya yang berbahasa Melayu Kuno dan bahasa Sansekerta.
Untuk membaca prasasti ini sangat sulit karena keadaan tulisan yang sudah aus dimakan masa. Dari sisa tulisan yang dapat dibaca, terdapat nama Adityawarman dan nama desa Surawasawan, yaitu grama Surawasawan, yang artinya penguasa Suruaso.
Pada dinding yang sebelah kanan prasasti ditulis dengan aksara Granta dari India Selatan dengan corak bahasa Tamil. Pada masa pemerintahan Adityawarman terdapat kelompok masyarakat yang berasal dari India Selatan yang hubungan kerja dengan rakyat Adityawarman. Masyarakat dari India Selatan itu telah tinggal selama 300 tahun di Pagaruyung. Mereka datang dari pantai barat dan menetap di Pariangan pada abad 11, ikut membantu menata kembali 'nagari' dan 'koto' di Minangkabau. Kata 'nagari dan koto adalah kosa kata bahasa Tamil.
BATU BASUREK OMBILIN
Di Ombilin, di tepi Danau Singkarak terdapat sebuah batu basurek yang ditulis sendiri oleh Adityawarman. Batu basurek itu telah patah sebelah atas,sehingga tinggal hanya 9 baris. Batu Basurek ini menyebutkan bahwa, "Ia (Adityawarman) mempunyai sifat sebagai matahari yang membakar orang jahat dan menolong orang yang baik”. Dan pada bagian terakhir prasasti itu dibunyikan :
"nahi nahi nrpawangsawidhyadharendra nahi nahi ….. dharmadharman-adityawarma//”
Oleh de Casparis teks ini diterjemahkan :
(meskipun) bukan keturunan raja-raja, (namun) ia adalah raja dari widhyadharma bangsanya.
Widhyadhara berarti yang memegang ilmu pengetahuan dan dianggap maha tahu dan membantu manusia. Sloka ini tidak saja memuji Adityawarman yang memerintah selaku raja yang adil dan sangat pandai, melainkan juga menyinggung tentang asal usul Adityawarman.
Mengingat begitu mudahnya Adityawarman menjadi raja di Melayu, seharusnya prasasti Ombilin ini ditafsirkan dengan:
"(meskipun) bukan keturunan langsung dari raja, (namun) ia adalah raja dari widhyadhara bangsa".
Sepanjang bukti sejarah yang lain pada batu basurek Kuburajo, ayahandanya adalah Adwayawarman dan dalam kitab Pararaton disebut 'dewa' dan tidak pernah memerintah sebagai raja Melayu. Karena itulah ia menyatakan dirinya memegang ilmu pengetahuan dan dianggap maha tahu dan membantu manusia untuk menjadiRaja di Kanakamedinindra (Prasasti Kuburajo).
BATU BASUREK RAMBATAN 1291
Batu basurek atau prasasti Rambatan ini ditemukan tahun 1950 di desa LimoSuku, Kepala Koto, Kecamatan Rambatan terdapat sebuah batu bersurat Adityawarman, yang disebut Prasasti Rambatan. Prasasti ini terdiri dari 6 baris tulisan yang sudah aus. Bahasanya Melayu Kuno yang ditulis pada tahun 1291 Çaka atau 1370 Masehi. Di atas batu basurek itu ada gambar dua ekor ular yang saling membelit. Gambar ini merupakan lambang dunia bawah. Penganut agama Budha mencari kebenaran untuk mencapai dunia bawah atau nirwana.
Pada prasasti tersebut terdapat jejak kaki Budha yang sekarang berada di desa Bodi, Rambatan, Kabupaten Tanah Datar. Tapak Budha disediakan Adityawarman sebagai tempat pemujaan bagi pengikut agama Budha. Adityawarman memerintah menterinya membuat cungkup untuk tempat berteduh bagi para peziarah Budha ke tempat itu.
PRASASTI RAMBAHAN 1286
Di desa Rambahan, Kecamatan Pulau Punjung, daerah hulu Batang Hari,ditemukan sebuah prasasti Adityawarman yang dipahatkan di belakang arca Amoghapasa, sekarang ditempatkan di Museum Nasional di Jakarta. Arca ini adalah kiriman dari Raja Kertanagara pada tahun Saka 1208 untuk ditempatkan diDarmasraya (1286 M).
Tulisan Adityawarman dipahatkan pada bagian alas arca yang ditemukan di Padang Roco tahun 1911. Prasasti ini ditulis denga huruf Jawa Kuno dan berbahasa Sansekerta, dalam bentuk candrasengkala yang menunjukkan 1268 Çaka atau 1347 M Prasasti ini dikeluarkan oleh Sri Maharaja Diraja Adityawarman, yang menyebutkan dirinya Srimat Sri Udayadityawarman. Disebutkan juga beberapa hal seperti: penyelenggaraan upacara bercorak tantrik, pendirian arca Budha dengan nama Ganaganya dan pemujaan kepada Jina. Disebutkan juga Rajendra Mauli Muliawarmmadewa Maharajadhiraja dan nama Malayupura.
Arca yang tingginya 4m ditemukan di Sungai Langsat, sekarang di daerahKabupaten Sawah Lunto Sijunjung ditemukan pada tahun 1935. Arca perujudan Adityawarman ditempatkan pada sebuah candi, yang sekarang terletak di dekat Batang Hari, di dusun Padang Roco. Candi ini bernafaskan Budha Mahayana, agama yang dianur raja-raja Melayu.
Pada tahun 1992 di tempat ini ditemukan juga komplek percandian yang terdiri dari 3 buah candi, sebuah candi induk 36 x 36 m, dikelilingi dua candi Perwara yang luasnya masing-masing 20 x 20 m
BATU BERSURAT LUBUK LAYANG
Di Lubuk Layang, di Kecamatan Rao Mapattunggul, Kabupaten Pasaman,ditemukan sebuah batu bersurat atau prasasti yang terlihat ketika terjadi kebakaran di desa tersebut pada tahun 1965. Kini ditempatkan pada sebuah cungkup di Lubuk Layang.
Prasasti ini dipahatkan pada sebuah batu pada kedua sisinya. Sisi depan terdapat 9 baris kalimat dan sisi belakang 8 kalimat yang semuanya berbahasa Melayu Kuno. Keadaan prasasti sudah sangat aus dimakan masa. Prasasti ini tidak menyebutkan nama Adityawarman, melainkan menyebut Bijayendrawarman sebagai jauwa raja atau raja muda di Sri Indrakila Parwatapuri.
Prasasti diduga kuat prasasti ini ada hubungannya dengan bekas-bekas Candi Tarung-Tarung dan Pancahan di Kecamatan Rao Mapattunggul dan dengan sebuah biara yang terletak di Tanjung Medan, Nagari Petok,Kecamatan Panti Panti, Kabupaten Pasaman.
PRASASTI PADANG ROCO, SUNGAI LANGSAT 1275
Prasasti ini ditemukan di Padang Roco, Sungai Langsat, Kecamatan Pulau Punjung, Kabupaten Sawah Lunto Sijunjung. Prasasti itu dipahatkan pada alas sebuah arca Amoghapasa. Prasasti ini mempergunakan huruf Jawa Kuno, bahasa Melayu Kuno dan Sansekerta, dipahatkan dalam 4 baris tulisan pada tiga sisi alas arca. Arca Amoghapasa yang ditemukan di Padang Roco mengandung arti Padang Arca.
Teks prasasti tersebut adalah:
1. a. // Swasti Cakawarsita, 1208, bhadrawada masa,ti
b. thi pratipada Çuklapaksa, mawulu wage wrhaspati wara, madangkungan, grahacara nairitistha, wicaka
c. naksasatra, cakra (dewata, ma) ndala, subha
2.a. Yoga, kuwera, parbeca kinstugna muhurtta, kanya
b. nan tatkala paduka bharala arryamoghapaÇa, lokeÇwara, caturdacatmika saptaratnasahita, diantuk
c. dari bhumi jawa ka swarnabhumi diprasatista di darmaÇraya, akan
3.a. punya cri wiÇpakumara, prakaranan dititah paduka Çri ma
b. harajadhiraja Çri krtanagara wikrama dhammottunggadewa mangiringkan paduka bharala, rakryan mahamantri dyah
c. adwayabhahma, rakryan srikan dyah sugatabrahma muan
4.a. samangat payangan han dipangkaradasa, rakryan damun puwira
b. an punyeni yogja dianumodanan jaleh sakapraja di bhumi malayu, brahmana kesatya sudra a
c. ryyamaddhyat, Çri maharaja Çrimat tribhuwanaraja mauliwarmmade
d. wa pramukha //
Secara ringkas artinya :
1. Tahun 1208 Çaka (1275), arca Amoghapasa dibawa dari pulau Jawa ke Suwarnabhumi (Sumatra)
2. Arca ini ditempatkan di Darmasraya
3. Yang membawa dan mengantarkan arca ini adalah Sri Wispakumara
4. Pengiriman arca ini merupakan hadiah dari Raja Kertanegara
5. Hadiah ini sangat menggembirakan masyarakat Malayu, terutama RajaTribuanaraja Maliawarmadewa
Sumber tulisan :
Machi Suhadi, Silsilah Adityawarman dalam Kalpataru No.9 (Saraswati: Esai-Esai Arkeologi), Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Jakarta, 1990
De Casparis, J.G, Peranan Adityawarman, Seorang Putra Melayu di Asia Tenggara dalam Persidangan Antar Bangsa Tamadun Malayu II, Kuala Lumpur, Malaysia: 1989
Hasan Djaffar, Prasasti-prasasti masa Kerajaan Malayu Kuno dan Beberapa Permasalahannya, Seminar Sejarah Melayu Kuno, Jambi 7-8 Desember 199
Sumber Batu Basurek Prasasti Raja Adityawarman scribd.com :
http://www.scribd.com/doc/4551679/Batu-Basurek