Selembayung Riau - Warisan Budaya Tak Benda Riau
Mengenal Bangunan Adat Khas Melayu
Bangunan rumah adat suatu masyarakat menjadi simbol budaya yang memiliki banyak makna. Oleh karena itu tak heran jika tampilan sebuah bangunan rumah memiliki nilai sakral dengan berbagai kesan yang ingin ditampilkan. Bagi masyarakat melayu Riau misalnya, dikenal berbagai jenis bangunan rumah adat yang cukup masyhur, diantaranya Rumah Bubung Melayu, Rumah Bertinggam, Rumah Lontik, Rumah Beratap Limas, Rumah Gajah Menyusu dan sebagainya. Pada umumnya, setiap bangunan dihiasi dengan ukiran-ukiran yang beraneka ragam seperti selembayung, sayap layang-layang, lebah bergantung, empang leher, hiasan bidai, kisi-kisi lobang angin, hiasan pintu, tingkap dan tiang rumah. Kelengkapan hiasan yang dipakai oleh sebuah bangunan, biasanya mencerminkan status sosial dari penghuninya. Bagi kalangan bangsawan, kelengkapan dari hiasan rumah yang dibangun menjadi sebuah syarat mutlak sebagai symbol status sosialnya di masyarakat.
Dalam pembangunan sebuah rumah, selain memperhatikan aspek hiasan yang dipakai, warna hiasan biasanya juga memiliki simbol dan makna. Diantara yang diyakini maknanya oleh masyarakat melayu adalah:
- Putih sebagai lambang kesucian
- Merah sebagai lambang persaudaraan dan keberanian
- Kuning sebagai lambang kekuasaan, warna ini juga biasa dipakai untuk pakaian keluarga raja.
- Biru sebagai lambang keperkasaan dilautan, pakaian bagi laksamana kerajaan
- Hijau sebagai lambang kesuburan dan kemakmuran
- Hitam sebagai lambang keperkasaan
- Keemasan sebagai lambang kejayaan dan kekuasaan
Selembayung dan Kemegahannya
Selembayung dalam bahasa Melayu Kampar atau sebutan lain dari selembayung adalah sulo bayuang, atau tanduak buang yang merupakan ornamen khas pada bangunan atap rumah di daerah Riau. Selembayung berbentuk hiasan ukiran yang terletak bersilang pada kedua ujung perabung bangunan. Bagian bawahnya dilengkapi dengan hiasan tambahan, biasanya berupa bentuk tombak terhunus yang menyambung kedua ujung perabung.
Dalam kebudayaan Melayu, seni pembangunan rumah disebut juga dengan istilah seni bina. Seni ini biasanya terdapat pada bangunan rumah adat masyarakat tradisional yang diwariskan secara turun temurun. Bangunan rumah adat masyarakat Melayu mengandung unsur-unsur yang sangat kompleks sebagai cerminan kebudayaan masyarakat setempat. Hal itu bisa kita lihat pada selembayung yang biasanya disematkan pada bangunan rumah-rumah tradisional Melayu.
Selembayung memiliki nilai yang sangat penting dalam bangunan sebuah rumah bagi masyarakat Melayu. Menjadi pemancar kebijaksanaan dan aura wibawa pada sebuah bangunan. Diletakkan pada posisi yang paling tinggi dengan sarat symbol dan makna. Selambayung menjadi tajuk rumah bangunan Melayu dengan nilai kebudayaan yang sangat tinggi. Ukiran tombak yang ada pada selembayung menjadi simbol wibawa dan keperkasaan. Demikian juga motif selembayung berupa motif bunga, dedaunan dan lainnya yang umumnya merupakan simbol alam, memiliki makna keharmonisan dan kasih sayang kehidupan yang beragam di masyarakat Melayu. Ukiran pada selembayung adalah pucuk pakis. Bentuknya yang bersilang melambangkan tadahan doa si pemilik rumah untuk kebahagiaan, kelanggengan dan upaya meneruskan generasi melalui keturunan.
Dalam filosofis budaya Melayu, selembayung memiliki beberapa makna yang penting, diantaranya adalah:
- Tajuk bangunan, menjadi penanda identitas budaya, membangkitkan seri dan cahaya di sebuah bangunan.
- Pekasih bangunan, mencerminkan keserasian pada sebuah objek bangunan.
- Pasak atap, melambangkan hidup masyarakat Melayu yang tahu diri
- Tangga dewa, bagi kalangan Melayu pedalaman selembayung juga dimaknai sebagai tangga tempat turunnya para dewa, mambang, akuan, soko, keramat dan membawa keberkahan bagi kehidupan.
- Rumah beradat, menunjukkan bangunan bersangkutan didiami oleh seseorang yang berbangsa, menjadi balai dan tempat orang berpatut-patut.
- Tuah rumah, selembayung diharapkan memberi tuah pada pemilik bangunan.
- Lambang keperkasaan dan wibawa orang Melayu
- Simbol kasih sayang dengan keberagaman.
Dalam penampilannya, selembayung pada bangunan rumah-rumah adat melayu atau bangunan-bangunan umum yang ada di Riau menggunakan warna kuning keemasan, sebagai symbol kekuasaan dan kejayaan melayu itu sendiri. Terkadang juga dipadukan dengan warna merah sebagai symbol keberanian dan persaudaraan yang erat bagi masyarakat melayu. Jadi tampilan warna selembayung pada sebuah bangunan juga tetap memiliki makna yang ingin disampaikan kepada khalayak, tidak sembarangan memberikan warna pada ukiran yang biasanya diletakkan pada bagian perabung atau anjungan sebuah bangunan.
Selembayung Riau telah diaktualisasikan pada bangunan-banguan perkantoran dan instansi yang ada di Riau. Bahkan di jembatan, di gapura, gedung olahraga, ornamen selembayung bisa kita temukan. Namun penggunaan symbol ini semestinya dipahami makna dan tujuannya, sehingga beberapa tempat yang tak sesuai, tak perlu menggunakan simbol selembayung. Selembayung memiliki nilai filosofi budaya yang tinggi sehingga perlu diperhatikan tempat penggunaannya.
Pada bangunan gedung pemerintahan dan fasilitas umum, penerapan dari langgam selembayung tersebut umumnya digunakan pada bentuk atap bangunan. Sementara untuk bangunan-bangunan seni budaya Melayu, penggunaan selembayung juga dikombinasikan dengan ornamen tradisional lainnya pada semua sisi bangunan.
Tidak sulit untuk menemukan selembayung di bangunan-bangunan yang ada di Riau. Bahkan rumah masyarakat pun yang mengerti makna filosofi dari ukiran tersebut tak jarang yang juga menggunakan selembayung pada bagian anjungan bangunan. Secanggih apapun bangunan yang ditampilkan, jika menggunakan ukiran selembayung, akan tetap memberi kesan sebagai bangsa yang beradat dan berbudaya dengan segala filosofi yang dikandungnya. Tidak terbatas pada simbol, hendaknya juga diikuti dengan perangai dan prilaku orang-orang melayu yang juga tetap menjunjung tinggi adat dan budaya sendiri, di tengah arus globalisasi yang begitu cepat.
Memasang selembayung tidak boleh untuk bangunan yang tidak patut menggunakan selembayung misalnya pada bangunan pos satpam, pos ronda, tempat sampah, toilet, kamar mandi umum. Beberapa contoh bangunan tersebut adalah tempat yang tidak boleh memasang selembayung. Sangatlah tidak patut bangunan-bangunan tersebut memasang selembayung karena makna pemasangan selembayung tersebut tidaklah tepat pada bangunan tersebut.
Apa Motif Ukiran pada Selembayung Melayu Riau
Ragam motif ukiran banyak dimanfaatkan untuk menghiasi bangunan, hiasan dinding, tenunan kain, tekat maupun penerapan ragam motif ke bentuk lainnya. Hal ini juga berlaku pada selembayung melayu khas Riau. Bentuk Selembayung yang menyilang pada ujungnya atau pun memanjang pada bagian tengah dapat ditempatkan ukiran dengan ragam motif selembayung tertentu.Ragam Motif Ukiran pada Selembayung Melayu Riau yang bentuknya menyilang. Selembayung biasanya bermotif flora seperti pada umumnya akan menerapkan ragam motif Kaluk Pakis, Pucuk Pakis maupun Awan Larat. Sedangkan pada bagian Bidai umumnya menggunakan ragam motif bungs tunggal, bunga sekuntum, ataupun bunga tabur dengan modifikasi awan larat.
Artikel terkait :
Makna dan Falsafah Ragam Motif Melayu
Bidai Ragam Motif Melayu
[RiauMagz | Wisata Riau | Warisan Budaya TakBenda ]