Hukum Adat Masyarakat Adat Melayu Riau
Riaumagz - Hukum adat merupakan salah satu sumber hukum bagi terbentuknya hukum secara nasional. Keberadaan hukum adat di Indonesia tidak boleh bertentangan dengan sumber hukum yang utama, yakni Pancasila. Justru hukum adat semestinya mendukung implementasi pelaksanaan hukum yang ada pada Pancasila tersebut. Di antara sekian banyak hukum adat yang ada di Indonesia, hukum adat masyarakat adat Melayu Riau memiliki karakteristik dan keunikan tersendiri.
Salah satu sumber hukum pelaksanaan hukum adat masyarakat adat Melayu Riau telah diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 14 tahun 2018 tentang Pedoman Pengakuan Keberadaan Masyarakat Hukum Adat dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Aturan ini memberikan hak kehidupan bagi masyarakat adat terhadap keberadaan dan tata kelola lingkungan hidupnya.
Ciri-Ciri Hukum Adat Masyarakat Adat Melayu Riau
Ada beberapa ciri khas yang ada pada hukum adat masyarakat Melayu Riau, antara lain:
- Struktur Pemerintahan
Ada beberapa hal istimewa yang ditemukan pada adat masyarakat Melayu Riau terkait dengan struktur pemerintahan, di antaranya: - Sultan adalah pemimpin pemerintahan dan menjadi orang yang paling dihormati dalam hukum adat Melayu Riau
- Kedatuan sejawat merupakan pejabat sekelas menteri yang membantu pengambilan keputusan sultan dan penghulu besar.
- Hulubalang merupakan pengawal sultan dalam kondisi umum dan khusus
- Kedatuan kelompok merupakan pemimpin kelompok yang ada di bawah pemerintahan sultan
- Penghulu besar ditunjuk langsung oleh sultan
- Penghulu kecik di bawah penghulu besar dalam pengelolaan suatu wilayah kekuasaan
- Ritual keagamaan dipegang oleh Datuk Kadi, Datuk Labay, Datuk Paqih, dan Datuk Malin.
- Sistem Keangkuan untuk Penyelesaian Masalah
Ciri hukum adat masyarakat adat Melayu Riau selanjutnya adalah apabila terjadi masalah yang berada di wilayah hukum adat, maka penyelesaiannya melalui pengadilan adat. Sistem peradilan ini dilakukan oleh mereka yang memiliki pemangku jabatan pemerintahan. Sebuah sidang adat biasanya dipimpin oleh Datuk Para Penghulu. Proses pengadilan tersebut juga bersifat terbuka, artinya masyarakat memiliki kesempatan untuk memberikan masukan dan saran atas masalah yang ada. - Sanksi Hukum Adat
Sanksi yang dijatuhkan kepada mereka yang melakukan pelanggaran terhadap hukum adat di Riau ada 3 jenis, yakni: - Hukum sosial
Jenis sanksi ini yang paling ringan, yakni dengan cara pengucilan terhadap mereka yang melakukan pelanggaran hukum adat. Dikucilkan dalam pergaulan merupakan hukuman sosial yang diberikan pada pelaku pelanggar hukum adat. - Membayar Dam
Hukuman selanjutnya adalah membayar dam atau denda kepada mereka yang melanggar aturan hukum adat Melayu Riau. Denda yang ditetapkan dapat berupa uang, perhiasan, hewan ternak, beras, padi atau lainnya sesuai dengan kesepakatan pengadilan adat. - Penghapusan Identitas
Sanksi yang lebih berat dari pelanggaran hukum adat adalah penghapusan identitas, tidak diakui lagi sebagai bagian dari suku atau kelompok hingga pengusiran dari daerah domisili. Sanksi ini terbilang cukup berat dan sudah banyak diterapkan bagi para pelaku pelanggaran hukum adat yang bersifat berat.
Penetapan hukum adat yang dilakukan oleh pihak pengadilan adat ini harus dihormati oleh pihak pemerintah setempat. Hukum adat yang ditetapkan masih berdasarkan dan mengacu pada sumber hukum di Indonesia yakni Pancasila. Jenis hukuman yang diberikan tergantung pada tingkat kesalahan yang dilakukan. Pada kondisi paling berat, seseorang bisa saja dijatuhi ketiga hukuman di atas karena melakukan kesalahan yang fatal. Pengusiran biasanya menjadi hukuman paling memberatkan.
Hukum Adat Melayu Riau dan Tata Kelola Lingkungan
Keberadaan suku-suku adat asli yang ada di Riau seperti Talang Mamak, Akit, Sakai, Bonai, hingga suku Laut yang memiliki interaksi kedekatan dengan alam cukup tinggi. Maraknya masalah lingkungan yang terjadi di Riau secara eksistensi cukup mengganggu keberadaan suku-suku terasing. Terjadinya alih fungsi lahan dan hutan secara langsung telah mengganggu keberadaan suku terasing.
Adanya Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 14 tahun 2018 tentang Pedoman Pengakuan Keberadaan Masyarakat Hukum Adat dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup memberikan payung hukum terhadap eksistensi masyarakat suku terasing tersebut.
Sebagaimana tercantum dalam Perda tersebut bahwa:
- Masyarakat Hukum Adat (MHA) memiliki hak:
- untuk mengelola, menjaga, mencegah dan melindungi lingkungan hidup dari kerusakan serta merehabilitasi setelah mengambil manfaat dalam pengelolaan lingkungan hidup;
- untuk mendapatkan perlindungan atas kearifan local dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang berkelanjutan;
- untuk mendapat informasi, pendidikan, pemberdayaan dan pelatihan terkait pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan;
- untuk menentukan dan/atau memberikan persetujuan terhadap pengelolaan untuk kepentingan pembangunan terhadap wilayah pengelolaan sumber daya alam yang menjadi milik MHA; dan
- untuk memperoleh pemulihan lingkungan hidup di wilayah adat yang mengalami kerusakan akibat pengelolaan oleh pihak lain.
- Hak pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
- pemanfaatan air;
- bercocok tanam;
- pengelolaan hutan;
- berburu;
- membuka lahan pertanian dan perkebunan;
- menangkap ikan di sungai, danau dan laut;
- mengambil hasil alam seperti madu, buah dan sayur;
- memelihara Hewan; dan/atau
- hak pengelolaan lain yang merupakan kearifan lokal.
Perda tersebut juga memberikan hak kepada MHA untuk menjatuhkan sanksi adat terhadap pelanggaran ketentuan adat dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Sanksi yang diberikan disesuaikan dengan ketentuan adat masing-masing dan pihak pemerintah harus menghormati keputusan adat yang dijatuhkan tersebut terhadap masalah pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup.