Buku Kajian Kompang Berarak Bengkalis
RiauMagz.com - Kompang adalah alat musik tradisional masyarakat Bengkalis yang dimainkan secara berkelompok dan berkembang menjadi suatu seni budaya pertunjukan yang bernama sama, dimana alat musik ini termasuk klasifikasi alat musik membranofon yang memiliki selaput kulit khususnya jenis drum berbingkai (cangkang) bulat (frame drum), dengan satu sisi ditutup kulit (muka kompang atau drumhead) yang dimainkan dengan cara dipukul oleh jari tangan dimana tangan yang lain memegang alat musik tersebut.
Dalam hal ini, kompang bukan saja memiliki arti kata sebagai alat musik, tetapi berkembang menjadi suatu seni budaya yang berakar kuat pada masyarakat Bengkalis. Dengan pengertian lain, kompang juga diartikan sebagai sebuah kesenian memukul alat musik kompang dengan pukulan tertentu yang menghasilkan bunyi, baik diringi syair lagu maupun tidak diiringi syair lagu.
Kompang sebagai seni budaya Bengkalis memiliki 2 jenis pertunjukan berdasarkan cara memainkannya maupun syair yang dibawakan, yaitu pertama Kompang Tradisi Bengkalis atau yang lebih dikenal dengan nama Kompang Main Duduk yang dimainkan secara berkelompok dengan cara duduk dan melantunkan syair-syair dari Kitab Al Barzanji maupun Kitab Syaraf Al Anam.
Kedua, Kompang Berarak Bengkalis adalah seni budaya pertunjukan kompang Bengkalis yang dimainkan secara berkelompok dengan cara berdiri dan berjalan untuk mengarak sesuatu dengan ciri khas pada lagu, pola pukulan, jenis pukulan, dan kecepatan pukulan.
Kompang sebagai alat musik berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI, diartikan sebagai gendang pipih bundar, dibuat dari tabung kayu pendek, ujungnya agak lebar, satu ujungnya diberi tutup kulit. Dalam KBBI juga terdapat pengertian alat musik rebana yang sangat mirip dengan pengertian alat musik kompang. Rebana memiliki kesamaan makna dan fungsi seperti Kompang yaitu alat musik yang dimainkan dengan cara dipukul sambil melafalkan syair pujian-pujian kepada Nabi Muhammad SAW.
Bentuk Kompang
Di sebagian daerah, alat musik kompang disamakan dengan rebana tetapi tanpa kerincing, berbentuk bulat memiliki ukuran diameter sekitar 12, 14 atau 16 inci, dengan ketinggian badan sekitar 3-4 inci. Alat musik kompang Bengkalis lebih pada ukuran diamater 14 inci dengan bentuk adanya sedikit melengkung miring ke dalam pada bagian terbuka tanpa kulit, sehingga bentuknya mirip baskom (basin) yang ceper atau rendah. Kompang merupakan alat musik membran yang menggunakan kulit, biasanya menggunakan kulit kambing. Kulit ini dipakukan ke badan kompang lalu ditutupi pita berwarna merah terkadang hitam atau warna lain yang juga dipaku di atas kulit ke badan kompang. Badan kompang hanya diberi cat pelapis pernis (varnish) ataupun plitur (politure) sehingga mengkilat berwarna coklat. Pernis ini digunakan untuk memperlihatkan serat kayu yang ada pada kompang.
Bentuk kompang jika dilihat sepintas akan mirip dengan bentuk bodhran dari Afrika utara, jazirah Arab, Irlandia ataupun Skotlandia. Perbedaan dalam cara memainkannya, dimana bodhran tidak dimainkan dengan cara memukul langsung dengan tangan, tetapi menggunakan 1 tongkat kecil yang memukul membran dari kedua ujung tongkatnya. Sedikit perbedaan dengan bodhran Arab adalah pada bentuk badannya yang lebih lurus.
Pak Usu Abdul Halim, Tuk Usu Ahmad Cukop, dan Pak Salim.
Sejarah Kompang
Berdasarkan wawancara dan literatur sejarah yang dipelajari, bahwa sejarah kompang Bengkalis berasal dari wilayah Arab yang masuk langsung dari Arab maupun melalui penyebarannya di India. Umumnya dibawa oleh para pedagang yang memiliki tradisi memukul alat musik frame drum dari wilayahnya masing-masing di abad ke-17. Hal ini tercermin dengan adanya penduduk bangsa Arab di Pulau Bengkalis yang telah dicatat Belanda.
Selain itu, kompang juga menjalar ke Pulau Jawa. Pada tahun 1920-an, Belanda yang membawa kuli kontrak orang-orang Jawa dari Pulau Jawa untuk bekerja di perkebunan karet Belanda di Malaysia. Ketika kontrak telah selesai, mereka sebagian pulang langsung ke Pulau Jawa, dan sebagian menetap di Malaysia dan sebagian berpencar dan menetap di Pulau Bengkalis. Mereka juga memiliki kemampuan bermain kompang dan berpadu dengan permainan kompang dari orang-orang Arab yang telah ada sebelumnya.
Buku Kompang Berarak Bengkalis
Penjelasan di atas merupakan kutipan dari buku Kompang Berarak Bengkalis; Mengarak Budaya Negeri Sebagai Warisan Budaya Tak Benda Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. Buku ini dibuat oleh Tim Kajian Dinas Kebudayaan Provinsi Riau pada Mei 2022.
Selain wawancara langsung dengan narasumber sebagai pelaku Kompang Bengkalis baik pelatih, pembina, pengajar, pemain maupun pemerhati kompang, buku ini dilengkapi dengan kajian literatur dari Belanda, Inggris, Malaysia, Australia, maupun Indonesia sendiri.
Sistematika penulisan kajian ini mengikut kepada Format Naskah Akademik Penominasian Warisan Budaya Takbenda (WBTB) Standar Operasional Prosedur Pengusulan Warisan Budaya Takbenda Indonesia ke dalam Daftar WBTB (Intangible Cultural Heritage List) UNESCO yang dilengkapi dengan beberapa foto. Selain itu, tim juga mempublikasikan video seni budaya pertunjukan Kompang Berarak Bengkalis melalui aplikasi berbagi video Youtube pada saluran Kebudayaan Riau.
Download Buku Kompang Berarak Bengkalis
Buku yang telah diterbitkan oleh Dinas Kebudayaan Provinsi Riau ini tersedia untuk publik dalam versi file digital format pdf. Publikasi yang lebih luas sangat diperlukan untuk penyebarluasan informasi warisan budaya ini sebagai upaya pencatatannya oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia menjadi Warisan Budaya Takbenda Provinsi Riau asal Kabupaten Bengkalis.
Baca buku tercetak maupun download melalui aplikasi Inlislite Perpustakaan Tenas Effendy Pemerintah Kota Pekanbaru : Kompang Berarak Bengkalis
Salah satu video Kompang Berarak Bengkalis.
RiauMagz, Budaya Riau dan Wisata Riau.